Inspirasi dari Kisah Tabiin yang Menangis karena Takut Kepada Allah

Kisah tabiin disini sebagai salah satu sarana momentum buat generasi umat muslim guna menata hidup sesuai dengan tuntunan agama islam. Tapi ironisnya kondisi berbeda, banyak kalangan generasi umat muslim yang belum mengetahui mengenai tabiin-tabiin yang terdahulu.

Bahkan sebagian besar banyak orang yang kurang tahu para sahabat Nabi, apalagi mengenai tentang tabiin. Entah lah mungkin karena kemajuan jaman yang sudah banyaknya fasilitas informasi dunia hiburan.

Maka dari itu disini akan diberikan penjelasan singkat dan contoh kisah tabiin. Tabiin sendiri yaitu orang terdahulu yang awal masuk islam setelah para sahabat Nabi tapi tidak mengalami kehidupannya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. ya bisa di bilang murid atau pengikut Rasulullah setelah sahabat Nabi.

Kisah Tabiin Sebagai Inspirasi

Para tabiin memiliki suri tauladan bagi generasi umat islam. Banyak cerita tabiin sebagai renungan untuk menjadikan lebih mawas diri agar menjadi umat islam yang baik dan tidak mengutamakan kehidupan dunia saja. Bahkan sebagai momentum untuk menjadikan istiqomah dalam beribadah dan bertaqwa kepada Allah Ta’ala.

Lalu bagaimana kisah tabiin yang bisa dijadikan renungan dan inspirasi, berikut kisahnya !

1. Al Hasan Al Bashri

kisah tabiin
Gambar ilustrasi | static.republika.co.id

Kisah tabiin yang pertama, Abu Said Al Hasan Al Bashri merupakan nama lengkap dari Al Hasan Al Bashri. Beliau seorang ahli fiqih, orang zuhud, rajin beribadah, takut, dan sedih.

Kesedihan dan ketakutan Al Hasan Al Bashri merupakan rasa ketaqwaanya kepada Allah. Salah satu sahabatnya mengatakan, “saya tidak pernah melihat orang lebih lama rasa sedihnya dari Al Hasan.” Setiap kali melihatnya banyak orang mengira beliau baru mendapatkan suatu musibah.

Al Hasan Al Bashri Rahimahullah mengatakan, “Demi Allah, wahai manusia kalau kalian telah membaca Al quran kemudian beriman kepadanya. Maka rasa kesedihan kalian di dunia pasti berkepanjangan, ketakutan kalian semua sangat kuat, dan kalian banyak bersedih pula.”

Pada suatu hari, Al Hasan Al Bashri berjalan kaki melewati pemuda yang sedang tertawa-tawa. Kemudian Beliau berkata, “Wahai anak muda, apakah kamu sudah tahu tentang melintasi titian (shirath)? lalu anak muda itu menjawab, “Belum.” Beliau bertanya kembali, “Apakah kamu sudah tahu penghuni-penghuni surga dan neraka nanti?” Anak muda lalu menjawab, “Tidak tahu.” Al Hasan Al Bashri berkata, “Kalau begitu mengapa kamu tertawa-tawa seperti itu?”

setelah pertanyaan dari beliau itu anak muda berhenti tertawa-tawa lagi. Dan anak muda itu menyadari bahwa hakekat hidup hanya semata-mata karena Allah Ta’ala.

Al Hasan Al Bashri berkata, “Orang yang mengetahui kematian itu pasti terjadi, Hari Kiamat pasti tiba, dan akan menghadap kepada Allah. Maka ia akan merasakan kesedihan atas segala perbuatannya.

2. Umar bin Abdul Aziz

Buku kisah para tabiin
Ilustrasi | 3.bp.blogspot.com

Umar bin Abdul Aziz merupakan orang yang rajin beribadah, khalifah sejadi, al hafidz Al quran, dan ulama sekaligus mujtahid.

Diriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz sudah hafal Al quran sejak masa kecil dan Beliau menangis terhadap masa hidup kecilnya. Ibu bertanya, “Wahai anakku kenapa engkau menangis?” Beliau menjawab, “Aku ingat kematian.” Lalu ibunya seketika ikut menangis mendengar jawabannya.

Fathimah, istri Umar bin Abdul Aziz berkata, “Ada banyak orang yang sholatnya lebih banyak dari Umar bin Abdul Aziz tapi aku tidak pernah menemukan orang yang lebih takut kepada Tuhannya dari Beliau.” Jika Beliau masuk rumah, ia langsung menuju tempat sholatnya, kemudian menangis dan berdoa kepada Allah hingga tertidur. Beliau seperti itu disemua malamnya.

Khutbah terakhir dari Umar bin Abdul Aziz yaitu memanjatkan puji syukur kepada Allah dengan naik mimbar. Dan Beliau berkata, “Sesungguhnya harta yang ada pada kalian itu hasil kerja dari orang-orang yang sudah meninggal dunia. Dan akan ditinggalkan kepada orang-orang yang masih hidup, seperti ditinggalkannya orang-orang yang telah meninggal dunia.

Bukankah kalian setiap siang dan malam mengantarkan orang yang meninggal? Dan meletakkannya di dalam tanah tanpa alas permadani dan bantal? tahukah, ia meninggalkan hartanya, berpisah dengan keluarganya, dan tinggal di dalam tanah, serta menghadapi yaumul hisab (hari perhitungan).

Ia pun membutuhkan bekal amalannya untuk menghadapi hari-hari selanjutnya dan tidak membutuhkan apa-apa yang ia tinggalkan di dunia. Demi Allah, aku katakan ini berdasarkan yang aku ketahui.” Setelah berkhutbah Beliau turun dari mimbar dan meninggal dunia seketika itu.

Hakekat kehidupan dunia sebenarnya hanyalah sementara sebagai tempat beramal shaleh untuk bekal kehidupan yang sesungguhnya yaitu kehidupan akhirat.

3. Utbah Al Ghulam

periode tabi'in
Gambar ilustrasi | nurmuhammad.com

Utbah Al Ghulam adalah orang yang khusyuk, zuhud, dan takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasa kesedihan takut kepada Allah hampir sama dengan Al Hasan Al Bashri.

Di suatu malam, Utbah Al Ghulam bermalam di rumah sahabatnya. Namun memasuki senja tiba-tiba Beliau menangis  sangat keras.

Besok paginya, sahabatnya bertanya, “Hatiku bergetar tadi malam karena tangismu. Mengapa engkau menangis, wahai saudaraku? Beliau menjawab,”Demi Allah, aku ingat hari yang nantinya bertemu dengan Allah.” Setelah berkata demikian, Utbah Al Ghulam nampak miring dan mau jatuh. Lalu sahabatnya mendekap langsung tubuh Utbah Al Ghulam.

Terlihat mata Beliau berkedip-kedip dan sangat merah. sahabatnya memanggil, “Utbah,! Utbah,! Utbah Al Ghulam menjawab dengan suara lirih, “Ingat hari nanti bertemu dengan Allah memutuskan anggota tubuh ini sebagai pecinta Allah. Beliau berkata seperti itu terus-menerus, sembari dia menangis tersedu-sedu. Sambil berkata, “Tuhanku, kenapa Engkau memuramkan orang-orang yang mencintaiMu, padahal Engkau Maha Hidup dan Maha Mulia?” Beliau berkata seperti itu terus sehingga membuat sahabatnya ikut menangis.”

Diriwayatkan di majlis tempat Abdul Wahid  bin Zaid sebagai gurunya, disitu lah Utbah Al Ghulam tinggal selama sembilan tahun. Setiap gurunya menasehati, Utbah Al Ghulam langsung menangis hingga gurunya selesai memberikan nasehatnya.

Dikatakan kepada Syaikh Abdul Wahid bin Zaid, “Gimana kalau Utbah Al Ghulam dilarang menangis? Karena tangisannya dapat menggangu yang lain?” Syaikh Abdul Wahid menjawab, “Maha Suci Allah, Apakah aku harus melarang dia menangis karena takut kepada Allah? Kalau aku lakukan maka sungguh aku penasehat yang paling buruk.

4. Ar Rabi’ bin Khatsim

Kisah tabiin selanjutnya, Ar Rabi’ bin Khatsim. Nama lengkapnya Abu Yazid alias Ar Rabi’ bin Khatsim. Beliau adalah orang yang khusyuk, wara’, tegar, dan qana’ah. Selain itu beliau juga bisa mengendalikan diri ketika bersama orang lain, menjaga kerahasian pribadi dan mengakui dosa-dosanya apabila berbuat.

Al A’masy berkata, “Pada suatu hari Ar Rabi’ bin Khatsim berjalan lewat di samping para ahli besi bersamaku. Ketika para ahli besi meniup api dengan alat peniup, Beliau menangis. Namun aku tidak bisa menangis padahal aku juga melewati para ahli tersebut.”

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu jika melihat Ar Rabi’ bin Khatsim, maka ia berkata, “Bergembiralah orang yang khusyuk, karena Ralullullah pasti sangat senang jika bisa melihatmu.”

Ketika malam hari itu, Putri Ar Rabi’ bin Khatsim pernah menghampiri Beliau dan bertanya, “Ayah, orang-orang sudah pada tidur, kenapa ayah tidak tidur?” Beliau menjawab, “wahai putriku, ayah ingat tentang neraka jahannam sehingga membuatku tidak bisa tidur.”

Bahkan karena Ar Rabi’ bin Khatsim saking sering menangis, Ibunya bertanya, “Wahai anakku, mungkin kamu pernah mencelakai atau membunuh orang, hingga engkau selalu menangis seperti ini? Jika memang engkau pernah melakukannya maka jelaskan pada ibu! Supaya Ibu bisa minta maaf dan mohon keralaan kepada keluarganya.

Kalau meraka tahu atas kesedihan dan tangismu, Ibu yakin pasti mereka memaafkanmu.” Ar Rabi’ bin Khatsim menjawab, “Wahai ibuku, aku ini telah membunuh diriku sendiri dengan dosa-dosaku hingga aku menangis, agar Allah meridhaiku.”

5. Abdul Wahid bin Zaid

tabi'in
Gambar ilustrasi | s3.picofile.com

Nama Panggilan dari Abdul Wahid bin Zaid adalah Abu Ubaidah Al Bashri. Beliau sebagai penasehat terkenal dengan sosok figur panutan, zuhud, dan Sebagai guru kepada orang-orang yang rajin beribadah.

Pernah sahabat Abdul Wahid bin Zaid berkata, “Ketika aku berada di tempat Malik bin Dinar, aku duduk di samping Abdul Wahid bin Zaid. Akan tetapi aku kurang jelas dengan nasehat yang diberikan Malik bin Dinar karena suara tangis Abdul Wahid bin Zaid.

Di suatu hari, Abdul Wahid bin Zaid berceramah Beliau berkata, “Wahai saudara-saudaraku, kenapa engkau tidak menangis dengan adanya neraka? Ketahui lah, siapa yang menangis karena takut neraka maka Allah Ta’ala akan menjauhkan dari neraka.

Dan kenapa engkau tidak menangis dengan kedahsyatannya dahaga pada hari kiamat nanti? wahai saudaraku, kenapa kalian tidak menangis? Menangis lah di atas air dingin di dunia ini! Semoga air dingin ini kelak diberikan kepada kalian semuanya bersama orang-orang terdahulu yaitu para Nabi, orang-orang jujur, syuhada’, orang-orang shaleh. Sesungguhnya mereka itu orang yang baik.”

Setelah berkata seperti itu, Abdul Wahid bin Zaid menangis. Maha Besar Allah atas segala KeagunganNya.

6. Muhammad bin AL Munkadir

kisah para tabiin ummul qura
Gambar ilustrasi | cdns2.tstatic.net

Muhammad bin Al Munkadir merupakan seorang qari’ tersohor. Beliau menangis setiap kali membaca hadits Rasulullah bahkan Beliau juga menangis ketika ditanya orang tentang hadits Rasulullah Shallallahu A’laihi wa Sallam.

Diriwayatkan, pada suatu malam Muhammad bin Al Munkadir melaksanakan qiyamul lail. Kemudian Beliau menangis sehingga membuat keluarganya terbangun dan terkaget-kaget. Mereka bertanya kepadanya entah apa penyebabnya sampai menangis seperti itu. tapi Beliau tidak bicara dan kurang jelaskan kepada mereka bahkan Beliau menangis terus-menerus.

Dengan terjadinya kondisi seperti itu, salah satu keluarganya mengirim sebuah surat kepada sahabat akrabnya Muhammad bin Al Munkadir yaitu Abu Hazim. Datang lah Abu Hazim menemui Beliau dan bertanya, “Wahai sahabatku, kenapa engkau menangis?” Muhammad bin Al Munkadir menjawab, “Aku menangis karena membaca suatu ayat.”

Lalu Abu Hazim berkata, “ayat apa itu?” Kemudian Beliau berkata, “ayat

.وَبَدَالَهُمْ مِنَ اللهِ مَالَمْ يَكُوْنُوْايَحْسَبُوْنَ

Dan terlihat oleh mereka adzab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.”

Mendengar jawaban dari Muhammad bin Al Munkadir maka Abu Hazim langsung menangis. dan keduanya menangis menjadi-jadi.

Pada akhirnya ketika Muhammad bin Al Munkadir hendak meninggal dunia, Beliau membaca berulang-ulang ayat tersebut sambil menangis,

.وَبَدَالَهُمْ مِنَ اللهِ مَالَمْ يَكُوْنُوْايَحْسَبُوْنَ

Dan terlihat oleh mereka adzab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.”

Cukup sekian kisah tabiin kali ini, untuk kisah yang lainnya insya Allah akan menyusul. Semoga sobat-sobat bisa terinspirasi dan bisa menjalakan amalan baik serta selalu mendapatkan ridha dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bagikan :

Satu pemikiran pada “Inspirasi dari Kisah Tabiin yang Menangis karena Takut Kepada Allah”

Tinggalkan komentar